fbpx

Ini Cara Dody N Andriyan Hadapi Tantangan Dosen di Era Revolusi 4.0

Dody Nur Andriyan, S.H., M.H., Dosen Hukum Tata Negara (HTN) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto turut mengalami dampak perkembangan teknologi. (Foto: dok. Dody)

Teknologi mengalami perkembangan yang pesat akhir-akhir ini. Perkembangan tersebut ditandai dengan kemunculan Revolusi Industri 4.0 di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia. Pun, perkembangan teknologi merambah ke berbagai sektor, termasuk pendidikan. Tak bisa dielakan lagi, tantangan dosen pasti ada dengan perkembangan teknologi. Dosen dituntut semakin kreatif dan inovatif dalam menghadapinya. Seperti yang dilakukan Dody Nur Andriyan, yang melakukan beberapa inovasi dalam sistem mengajarnya dan mulai meninggalkan cara lama.

Sebagai dosen, Dody Nur Andriyan, S.H., M.H., turut mengalami dampak perkembangan teknologi. Dosen Hukum Tata Negara (HTN) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto tersebut mengatakan banyak tantangan dosen berkaitan dengan fenomena Revolusi Industri 4.0.

Dody menyebut setidaknya ada lima tantangan dosen terkait perkembangan teknologi yang perlu dihadapi. Pertama adalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Kerja dosen mau tak mau harus dihubungkan dengan teknologi, sehingga dosen perlu terus belajar agar tak tertinggal.

“Mahasiswa sudah bisa lebih dahulu tahu materi apa yang akan dosen ajarkan di kelas. Oleh karena itu, dosen membutuhkan paradigma dan pola pikir pendidik yang lebih terbuka serta dinamis, terus mencari inovasi dan kreasi dalam pembelajaran,” tegas peraih gelar master hukum dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (FH Unsoed) tersebut.

Tantangan dosen yang kedua adalah adanya kebebasan di era demokrasi. Ketiga, paradigma dan pola pikir yang dinamis. Pengurusan administrasi yang umumnya menggunakan perangkat digital dan dilakukan secara online perlu disiasati dengan baik.

Keempat, tantangan dosen di era ini adalah adanya bonus demografi berupa ledakan jumlah generasi milenial Indonesia. Tantangan dosen selanjutnya yaitu untuk tidak hanya menciptakan generasi cerdas, namun juga beradab. Menurut Dody, kebebasan berpendapat di media digital kadang membuat generasi milenial kebablasan, sehingga menerabas etika yang ada.

“Bisa jadi dikelas mereka adalah mahasiswa yang diam, tapi di media sosial mereka adalah kritikus yang vokal dan pintar berargumentasi. Ada kaidah dalam Islam ‘Al-‘adabul fauqol ‘ilmi’ Adab itu lebih tinggi daripada ilmu. Saya cermati memang generasi muda harus dikuatkan tentang adab, etika. Itu menjadi tantangan tersendiri bagi dosen,” kata Dody.

Dalam rangka menghadapi tantangan tersebut, Dody menyebut dosen tak hanya harus adaptif. Namun juga harus menguasai berbagai perangkat teknologi yang diperlukan dalam proses pembelajaran di kampus.

Pasalnya, banyak kampus, termasuk di tempatnya mengajar menerapkan pemakaian teknologi digital dalam proses. Baik administrasi maupun pengajaran misalnya, sistem akademik, presensi berbasis online, sampai kelas berbasis online.

“Selain banyak membaca dan menulis, dosen harus selalu memperbarui kapasitas dan kemampuan diri. Dosen perlu mengikuti perkembangan zaman karena dosen zaman now harus bisa teknologi informasi,” terang Pengurus Asosiasi Pengajar HTN & HAN Wilayah Jawa Tengah tersebut.

Dody mengakui perkembangan teknologi digital turut mempengaruhi perubahan cara mengajarnya dalam kelas. Salah satu contohnya adalah lebih banyak menggunakan surat elektronik (surel) untuk menerima tugas dari mahasiswa. Menurutnya, penggunaan teknologi juga cukup bagus untuk menjaga lingkungan.

“Saya membuat beberapa akun surel khusus untuk menampung tugas mahasiswa. Sehingga paperless dan hemat biaya. Mahasiswa tidak perlu nge-print tugas dan makalah. Upaya ini juga bisa mengurangi jumlah pohon ditebang. Satu rim kertas itu butuh berapa pohon ditebang?,” tanyanya.

Dody melanjutkan, penggunaan surel dalam proses pengajaran juga memudahkannya untuk memeriksa tugas mahasiswa karena bisa lebih terpantau. Pun, penggunaan surel memungkinkannya untuk memeriksa tugas mahasiswa di manapun berada.

Selain penggunaan surel, Dody juga menuangkan kreativitasnya dalam proses pengajaran sebagai bagian menjawab tantangan dosen di era perkembangan teknologi saat ini. Karena dampak dari perkembangan teknologi mampu merebut perhatian mahasiswa milenial ketika proses belajar. Ia seringkali meluangkan waktu untuk menonton film dan cuplikan video yang relevan dengan materi yang ia ajarkan bersama mahasiswa. Film dan video tersebut digunakan sebagai pemantik diskusi dalam kelas.

Dody Nur Andriyan, S.H., M.H., ketika menjadi narasumber pada salah satu radio Pro 22 RRI Purwokerto. (Foto: dok. Dody)

Menurut Dody, inovasi seperti itu perlu dilakukan. Selain menghilangkan kejenuhan, penggunaan perangkat digital tersebut juga bisa membuat mahasiswa memiliki sumber yang lebih luas dan beragam.

Secara lebih luas, laki-laki yang menjadi dosen di IAIN Purwokerto sejak 2016 tersebut menyebut perkembangan revolusi industri 4.0 turut berpengaruh terhadap bidang hukum yang ia tekuni. Salah satu indikasinya adalah penerapan peradilan online (e-court) oleh Mahkamah Agung (MA).

“Dengan kecanggihan teknologi sekarang, semua dibuat paperless. Pengacara dan semua pihak yang akan beracara di pengadilan harus memiliki akun surel dan akun di sistem e-court. Semua berkas termasuk gugatan dan permohonan  dibuat digital kemudian diunggah dan dikirim ke akun pengadilan,” ujarnya.

Dody menjelaskan, adanya intervensi teknologi dalam ranah pengadilan turut membatasi adanya suap yang seringkali terjadi. Adanya mesin electronic debit card (EDC), selain memudahkan pembayaran, juga bisa meminimalisir adanya suap.

“Pada zaman dimana kemajuan teknologi informasi begitu gencar seperti saat ini, putusan pengadilan sudah terbuka dan harus diunggah di setiap laman pengadilan. Selain itu, unggahan harus bisa langsung diunduh melalui Direktori Putusan MA. Hal tersebut dulu dipelopori oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sekitar tahun 2004,” cerita penulis buku Hukum Tata Negara dan Sistem Politik; Kombinasi Presidensial Multipartai di Indonesia tersebut.

Perkembangan teknologi yang menjadi keniscayaan perlu disikapi dengan bijaksana. Dosen harus terus mengembangkan kemampuannya, agar masih bisa berperan secara relevan dalam bidang pendidikan.

Ia mengkritik dosen yang enggan membuka diri terhadap perubahan. Menurutnya, dosen harus meninggalkan metode lama yang hanya mengandalkan metode ceramah. Dody mengatakan, banyak metode yang bisa diterapkan oleh dosen untuk menstimulus partisipasi aktif dari mahasiswa, diantaranya, metode jigsaw, diskusi interaktif, karya wisata, mind mapping, dan sebagainya.

“Dulu teaching centred learning itu dosen menjadi pusat dan sumber pengajaran dan sumber ilmu. Sekarang berubah menjadi student centered learning, dimana pusat pembelajaran adalah mahasiswa. Dosen sebagai motivator, dinamisator, mediator, dan juga sebagai provokator dalam arti positif,” terangnya.

Dosen, lanjut Dody, harusnya menjadi fasilitator yang baik bagi mahasiswanya. Di era digital, mahasiswa bisa lebih leluasa mencari informasi melalui internet. Maka dari itu, dosen harusnya bisa mengarahkan mahasiswa, bukan mengontrol.

“Pada era sekarang, kemajuan belajar mahasiswa tergantung dari mahasiswanya sendiri. Sumber-sumber dan pusat ilmu itu ada banyak dan tersebar di perpustakaan, internet, media massa, di mana saja. Keaktifan, inisiatif dan kemauan dari mahasiswa itu sendiri lah yang pada akhirnya menentukan dan membedakan,” pungkasnya. (duniadosen.com/az)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RELATED POST

about

Get Started

Hubungi kami

Jl. Rajawali, Gg. Elang 6, No.2 Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, D.I.Yogyakarta 55581

Email : [email protected]

Telpon : 081362311132