fbpx

Manik Sunuantari, Dosen Usahid yang Aktif Pemberdayaan Masyarakat dan Melawan Hoaks

pemberdayaan masyarakat
Dr. Manik Sunuantari, M.Si., dosen Fikom Universitas Sahid Jakarta selain mengajar juga aktif dalam pemberdayaan masyarakat bersama Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Nusantara dan sebagai dosen yang gencar melawan hoaks. (Foto: dok. Manik)

Sejak kecil Dr. Manik Sunuantari, M.Si., memang tertarik dengan dunia pendidikan dan bercita-cita menjadi guru. Namun, kedua orang tua Manik sangat mendukung anak-anaknya untuk berpendidikan tinggi dan menggiringnya menjadi dosen. Berbekal keilmuan yang ia miliki, Manik pun menyibukkan diri dalam pemberdayaan masyarakat bersama komunitas yang ia dirikan, Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Nusantara. Ia juga sebagai dosen yang cukup gencar melawan hoaks.

Keinginan Manik menjadi seorang pengajar muncul karena terinspirasi dari sosok ayahnya yang merupakan guru Bahasa Indonesia di salah satu SMA swasta di Semarang, Jawa Tengah. Manik kerap melihat keseharian ayahnya yang berkutat dengan tugas-tugas sekolah, berinteraksi dengan murid-muridnya yang dilakukan dengan senag hati tanpa terlihat terbebani.

“Saya juga sering membantu bapak mengoreksi ujian murid beliau. Kebetulan bapak juga sangat senang menulis dan membaca, sehingga di rumah banyak sekali buku-buku bapak yang sering saya baca,” jelas Manik.

Sebelum memulai karirnya sebagai dosen di Universitas Sahid Jakarta (Usahid) pada 1994, Manik, merupakan karyawan bagian Hubungan Masyarakat (Humas) di kampus yang terletak di Tebet, Jakarta Selatan tersebut. Dan ketika ada penerimaan dosen, Manik tertarik untuk mengambil kesempatan tersebut.

“Saya ikut tes dan lolos sebagai dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Usahid, namun saat itu masih tetap merangkap sebagai Humas Usahid hingga satu tahun. Setelah itu saya bertugas sebagai dosen tetap Fikom Usahid hingga saat ini,” ceritanya kepada tim duniadosen.com melalui surat elektronik, Sabtu (27/04/2019).

Selain di Usahid, Manik juga sempat mengajar sebagai dosen luar biasa (DLB) maupun dosen tamu (DT) di berbagai kampus di Jabodetabek. Diantaranya, Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta, Universitas Djuanda Bogor, Universitas Bakrie Jakarta, dan Universitas Al-Azhar Jakarta.

Teknologi Digital dan Aturan yang Menjadi Tantangan

Selama menjadi dosen, perempuan kelahiran tahun 1968 tersebut mengalami banyak hal berkesan. Meski begitu, tantangan demi tantangan juga harus dihadapi oleh dosen, terutama terkait teknologi.

Sebagai generasi yang bukan digital native (sejak kecil menggunakan perangkat teknologi), teknologi kadang menjadi momok yang menakutkan. Apalagi, perkembangan teknologi akhir-akhir ini mengalami peningkatan yang masif dan pesat. Sekarang, hampir semua hal memiliki kaitan dengan teknologi.

Manik menuturkan, perkembangan teknologi memberikan tantangan tersendiri bagi dosen. Kemunculan teknologi digital membuat mahasiswa bisa mengetahui informasi lebih cepat dibanding dosen. Hal itu yang membuat dosen harus terus belajar dan mengembangkan diri.

“Ketika ada mahasiswa yang bertanya di luar yang sudah saya pelajari, hal itu membuat saya tertantang untuk mencari jawabannya. Dari situlah saya merasakan betapa dunia  sudah berubah cepat. Kita sebagai pendidik dituntut untuk selalu dinamis dalam mengajar,” tegas peraih Hak Cipta Disertasi Kemenkumham 2018 tersebut.

Selain itu, tantangan lain yang harus dihadapi dosen adalah banyaknya aturan yang dibuat oleh Kemenristekdikti. Menurut Manik, aturan yang dibuat seringkali memaksa dosen harus menjadi multi tasking.

“Tridarma perguruan tinggi membuat dosen tidak hanya harus mampu mengajar namun juga melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Bahkan tuntutan terberat yang dihadapi dosen khususnya di Indonesia, dosen harus mampu menulis karya hasil penelitian untuk dimuat di jurnal internasional,” kata peraih gelar doktor dari Universitas Padjadjaran, Bandung tersebut.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, perempuan yang tergabung dalam Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (Aspikom) itu menyebut dosen harus pandai beradaptasi dengan perubahan yang ada. Dosen perlu terus mengasah diri sehingga bisa melaksanakan kewajiban tridharma dengan baik.

“Dosen juga wajib meningkatkan kemampuan Bahasa Inggrisnya sebagai lingua franca jika ingin unggul dalam persaingan global,” ungkap dosen yang pernah mengikuti short course Englis at Medium Instructure (EMI) di Asia University Taiwan pada 2018 tersebut.

Sebagai dosen, ia juga ingin menjadi dosen yang bermanfaat dan berperan aktif dalam pemberdayaan masyarakat. Bagi Manik, sangat membahagiakan ketika bisa berbagi ilmu dengan mahasiswa maupun rekan sejawat.

Berdayakan Masyarakat Desa Bersama KIM

Selain menjadi dosen, Manik juga menyibukkan diri dalam pemberdayaan masyarakat bersama komunitas yang ia dirikan, Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Nusantara. Komunitas ini mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa maupun kelurahan.

Dr. Manik Sunuantari M.Si., bersama Anggota Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Nusantara. (Foto: dok. Manik)

Dimulai pada 2009, kegiatan komunitas tersebut masih berjalan sampai sekarang. Kegiatannya pun dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memberi izin pembuatan KIM Nasional dalam waktu dekat.

Keterlibatan Manik dalam KIM Nusantara adalah salah satu bukti ia memang mencintai bidang pemberdayaan masyarakat. Secara pribadi, ia ingin sekali mendorong masyarakat desa untuk mampu memberdayakan diri sehingga dapat mandiri dalam berbagai aspek.

Manik melanjutkan, masih banyak hal yang perlu ia capai sehingga ia merasa belum sukses. Ia ingin memberdayakan teman-teman yang tergabung dalam komunitas KIM agar bisa membentuk KIM Nasional yang isinya adalah anggota KIM seluruh Indonesia. Apalagi, ada lampu hijau dari pemerintah untuk mendukung ide tersebut.

“Alangkah senangnya saya jika KIM Nasional bisa terwujud sebagai organisasi legal. Sehingga teman-teman di daerah, khususnya pedesaaan dapat mandiri dan bisa memberdayakan diri mereka sendiri,” jawabnya semangat.

Ia berharap dengan adanya KIM Nasional akan memperkecil kesenjangan yang ada di desa dan di kota. “Meski kecil, namun jika dilakukan secara bersama akan memberikan manfaat besar bagi orang lain,” lanjut Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro tersebut.

Berbagai pencapaian yang ia peroleh, diakui Manik, adalah hasil perjuangan panjang yang terinspirasi oleh Ibunya. Ketika masih banyak Ibu yang membatasi anak perempuannya untuk bersekolah sampai pendidikan tinggi, Ibu Manik adalah sosok Ibu yang sangat mendukung kemajuan anak perempuannya.

Manik menceritakan bagaimana Ibunya yang hanya lulusan SMP tersebut menghabiskan waktunya untuk mengasuh anak-anak agar bisa menggapai cita-cita. Bagaimana Ibunya ingin anak-anak perempuannya bisa sekolah tinggi.

“Prestasi tertinggi dalam hidup saya adalah bisa mendapatkan gelar doktoral di saat perempuan lain belum tentu bisa. Ibu saya sangat mendukung pendidikan saya. Banyak hal yang beliau korbankan untuk membuat anak-anaknya menggapai cita-cita. Bahkan beliau selalu berpesan kepada kami untuk sekolah tinggi,” kenangnya.

Geluti Ilmu Komunikasi, Jadi Dekan Fikom Usahid

Manik menggeluti bidang ilmu komunikasi sejak di bangku pendidikan strata satu dengan masuk prodi Ilmu Komunikasi Undip. Setelah itu, pada tahun 2000, Ia memperoleh gelar master bidang ilmu komunikasi dari Universitas Indonesia dan gelar doktor dari Unpad pada 2014 lalu.

Meski begitu, Manik enggan disebut seorang ahli ilmu komunikasi. Ia bercerita, awal kuliah di Undip, ia bahkan tak tahu akan belajar apa di prodi Ilmu Komunikasi. Ia mengaku mengambil bidang tersebut atas arahan dari bapaknya. Seiring berjalannya waktu, ia baru menyadari bahwa ilmu komunikasi sangat menarik untuk dipelajari.

“Komunikasi itu menarik sekali karena berkaitan dengan manusia,” ujar trainer Bimbingan Teknik KIM tersebut. Karena ketertarikan dan dedikasinya dalam bidang tersebut, pada 2017 Manik diangkat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Usahid sampai sekarang.

Terkait penelitian, Manik telah mempublikasikan berbagai hasil penelitian di bidang komunikasi. Hasil penelitian tersebut berhasil dipublikasin dalam berbagai jurnal.

Beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah Tourism Communication in Community Based Tourism in Dieng Community, Central Java, Indonesia (2017), Ethno Gastronomy Symbolic of Indonesian Chinese Peranakan Culture, Case Study Tourism Destination Kota Tua Jakarta (2018), KIM as Enabler of Aros Tourism Destination Development,Case Study of KIM Gatmedia Gunung Anyar Tambak Surabaya (2018).

Sinergi Melawan Hoaks

Manik adalah editor dan salah satu penulis book chapter berjudul Melawan Hoaks di media Sosial dan Media Massa yang terbit pada 2017 lalu. Buku tersebut ditulis oleh beberapa akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Book Chapter Melawan Hoax di Media Sosial dan Media Massa salah satu karya Dr. Manik Sunuantari M.Si., dimana ia sebagai editor dan salah satu penulis. (Foto: ISTIMEWA)

Buku tersebut lahir akibat dari keprihatinan Asosiasi Program Komunikasi Penyiaran Islam (Askopis) atas maraknya fenomena hoaks yang terjadi di media sosial dan media massa. Apalagi, masih banyak masyarakat yang mudah percaya dengan hoaks yang beredar.

Buku tersebut terbagi atas 7 bab sebagai kontribusi anggota Askopis dalam membangun kesadaran masyarakat terkait berita hoaks di media sosial dan media massa. Inti dari buku teresebut menggambarkan bahwa hendaknya masyarakat berhati-hati dalam menggunakan media sosial dan media massa.

“Hal ini (hoaks –red) tentu saja sangat berbahaya, karena bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang sifatnya destruktif. Meski media sosial memberi kita kemudahan dan kebebasan dalam berpendapat namun tidak berarti meninggalkan etika berkomunikasi. Menebar informasi hoaks tidak akan memberikan pahala, sebaliknya menabur keburukan,” tegas reviewer The Source Journal tersebut.

Manik yang merupakan anggota Askopis berharap buku tersebut membuka kesadaran masyarakat bahwa hoaks harus dilawan. Ia juga berharap masyarakat tak begitu saja percaya informasi gamang yang beredar sebelum melakukan cross check sumber lain.

Menurut Manik, fenomena hoaks akhir-akhir ini sudah makin tak terkendali. Antisipasi pemerintah untuk menutup konten tertentu nampaknya juga tak efektif dalam mengurangi hoaks yang beredar. Ia menyadari bahwa memerangi hoaks adalah satu hal yang mudah.

Manik melanjutkan, perlu ada langkah komprehensif dalam mengurangi hoaks, salah satunya adalah dengan adanya gerakan literasi informasi kepada masyarakat. Menurutnya, masyarakat perlu memiliki kebiasaan untuk melakukan verifikasi informasi untuk meminimalisasi peredaran hoaks.

Selain itu, perlu ada sinergi kuat antara pemerintah dan masyarakat untuk memerangi hoaks. Sembari pemerintah membuat aturan, masyarakat di level bawah juga perlu dilibatkan dalam perang melawan hoaks.

“Sinergitas tersebut tentunya akan memberikan hasil yang memuaskan. Sulit untuk melawan hoaks hanya dengan memblokir situs. Masyarakat harus bergerak dengan membuat berita yang counter agar penyebaran hoaks tidak menjadi masif,” sarannya.

Sebagai akademisi, dosen memiliki peran penting dalam memerangi hoaks. Manik menyebut dosen bisa berpartisipasi dalam penyebaran informasi, imbauan, dan inspirasi (transfer of knowlegde) kepada mahasiswa melalui proses pengajaran di kelas.

Ke depannya, Manik ingin konsisten melakukan literasi media bersama KIM dan menjadi dosen yang lebih baik. Pun, ia ingin kembali menulis buku yang diharapkan dapat terealisasi dalam waktu dekat. (duniadosen.com/az)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RELATED POST

about

Get Started

Hubungi kami

Jl. Rajawali, Gg. Elang 6, No.2 Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, D.I.Yogyakarta 55581

Email : [email protected]

Telpon : 081362311132