fbpx

Nandan Limakrisna: Menjadi Dosen Sebuah Pengabdian yang Membawa Kebermanfaatan

menjadi dosen
Prof. Dr. Ir. Nandan Limakrisna, M.M., CQMH., (dua dari kiri) saat kenaikan jabatan akademik/ fungsional dosen sebagai Guru Besar Ilmu Manajemen di UPI YAI Jakarta. (Foto: dok. Nandan)

Mengawali karir profesional di perusahaan milik negara, justru membuat Prof. Dr. Ir. Nandan Limakrisna, M.M., CQMH., makin memantapkan langkahnya untuk berlabuh menjadi dosen sampai sekarang. Pilihan tersebut bukan tanpa alasan. Pengajar di Universitas Persada Indonesia (UPI) YAI Jakarta tersebut menilai, profesi menjadi dosen merupakan sebuah pengabdian yang membawa kebermanfaatan.

Sebelum menjadi pengajar di UPI YAI, Nandan sempat bekerja di PT. IPTN rentang tahun 1993 sampai 1998. Sembari bekerja, ia juga mengambil studi master bidang manajemen di STIE Indonesia Emas dan lulus pada 1997.

Setelah lulus studi master, Nandan melanjutkan pendidikan doktoral di Universitas Padjadjaran, Bandung kemudian memutuskan melepas karirnya di PT. IPTN. “Saya bertekad untuk beralih profesi menjadi dosen,” cerita Nandan kepada tim duniadosen.com.

Laki-laki kelahiran Bandung, 5 Desember 1968 tersebut akhirnya memulai karir dosen pada 1998 di Universitas Pasundan (Unpas), Bandung. Satu tahun kemudian Nandan hijrah ke Universitas Galuh, Ciamis, dan memegang jabatan sebagai Asisten Direktur III Pascasarjana kampus tersebut.

Setelah merampungkan studi doktoral tahun 2004, barulah Nandan memulai perjalanannya menjadi dosen di UPI YAI sampai sekarang. Selain mengajar di UPI YAI, Guru Besar Ilmu Manajemen di kampus yang terletak di Senen, Jakarta Pusat tersebut juga mengemban jabatan sebagai Ketua Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Winaya Mukti, Bandung.

Menjadi Dosen, Ingin Beri Manfaat

Bekerja di perusahaan sekelas PT. IPTN, bagi sebagian orang adalah impian. Namun, Nandan memilih melepaskannya demi sebuah berkarir sebagai dosen. Bagi Nandan, dosen adalah profesi yang istimewa. Ia merasa bisa menjadi seseorang yang lebih bermanfaat ketika menjadi dosen.

“Saya memiliki motto the giving concept and make tomorrow better (memberi tanpa mengharapkan sesuatu dan menjadikan lebih baik) bisa dilaksanakan kalau saya berprofesi sebagai dosen. Selain itu, dosen adalah passion saya,” ujar dosen yang mengaku terinspirasi sosok almarhum ayahnya, Dr. H. Hasanuddin, S.H., M.M. yang juga berprofesi sebagai dosen tersebut.

Putra pertama dari tiga bersaudara pasangan Dr. H. Hasanudin., SH., MM  (Alm) dan Hj. Rusmini ini adalah salah satu ahli ilmu manajemen yang dimiliki oleh UPI YAI. Ia memang berkecimpung dalam ilmu manajemen sejak lama. Selain berpengalaman kerja sebagai manajer, Nandan adalah lulusan Magister Manajemen dan studi doktor bidang Ekonomi Manajemen.

menjadi dosen
Prof. Dr. Ir. Nandan Limakrisna, M.M., CQMH., dosen dan Guru Besar di Universitas Persada Indonesia (UPI) YAI Jakarta yang menilai, profesi dosen merupakan sebuah pengabdian yang membawa kebermanfaatan. (Foto: dok. Nandan)

Baginya, ilmu manajemen adalah ilmu yang unik. “Saya lebih concern pada manajemen pemasaran. Keunikan ilmu manajemen pada umumnya adalah bahwa ilmu ini bisa dipelajari oleh orang yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda,” ungkap sarjana bidang teknik industri dari ITENAS Bandung tersebut.

Dengan ilmu yang ia miliki, Nandan ingin berbagi melalui privilejnya sebagai dosen. Ia ingin memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi orang lain. Selain itu, ia juga ingin memberikan kontribusi bagi kemajuan dan kesejahteraan melalui perannya sebagai pengajar.

Menjadi dosen memberikan kesan mendalam bagi Nandan. Menurutnya, menjadi dosen pada hakikatnya membuatnya memiliki tambahan pengetahuan dan wawasan melalui knowlegde sharing yang merupakan salah satu proses pembelajaran di kampus. Ada banyak pengalaman berharga yang belum tentu ia dapatkan jika tidak menjadi dosen.

“Pengalaman yang paling berkesan adalah ketika melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Senang sekali jika bisa memberikan karya yang bermanfaat bagi orang lain,” ujar salah seorang pendiri Institut Teknologi dan Bisnis Bank Rakyat Indonesia (BRI) tersebut.

Tantangan dan Penghargaan

Nandan menyebut dosen memiliki banyak tantangan. Tantangan tersebut datang dari ranah administrasi sampai substansinya. Pun, dalam rangka implementasi tridharma perguruan tinggi meliputi pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, dosen seringkali menghadapi tantangan.

Meski begitu, Nandan menyebut tantangan terbesar dosen adalah publikasi ilmiah di jurnal internasional. Apalagi, pemerintah mewajibkan dosen untuk melaksanakannya. Tak hanya itu, bagaimana mengaplikasikan hasil penelitian dalam bentuk pengabdian juga merupakan tantangan bagi dosen.

Bagi Nandan, adanya tantangan adalah sebagai stimulus bagi dosen untuk berkembang. Nandan menyebut ukuran sukses bagi dirinya adalah selain bermanfaat, namun juga bisa menghadapi tantangan. “Memang, kendala pasti ada. Namun, hal ini tidak menjadi masalah jika dosen serius dan terus berjuang untuk lebih baik ke depannya,” jelas Nandan.

Sebagai dosen bidang manajemen, Nandan adalah peraih Ceritifed Marketing Analyst (CMA) dari American Academy Project Management (AAPM) yang ia peroleh pada 2017 lalu. Selain itu, ia juga seringkali mengikuti konferensi internasional di berbagai negara dan berhasil mempublikasikan hasil penelitian di berbagai jurnal bereputasi.

Menurut Nandan, hal tersebut merupakan bentuk penghargaan bagi dirinya. Ia menyebut penghargaan bagi dosen merupakan satu hal yang penting. “Artinya, prestasi kita dihargai oleh orang lain. Meski begitu, bagi saya mendapat penghargaan atau tidak, saya tetap bekerja sebaik mungkin,” tegasnya.

Dosen penyuka traveling tersebut menyebut menjadi dosen yang baik hanya dilihat dari seberapa banyak penghargaan yang didapat. Selain publikasi ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat, Nandan memiliki kiat untuk menjadi dosen yang baik dengan terus belajar dan mengembangkan diri secara teori maupun praktik.

Hal ini, lanjut Nandan, penting dilakukan karena dunia pendidikan mengalami perkembangan pesat. Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi yang mau tak mau harus dikejar oleh dosen agar tak tertinggal.

“Strategi menghadapi era Revolusi Industri 4.0 itu adalah dengan mempelajari digitalisasi. Saat ini pembelajaran dan penelitian banyak melibatkan teknologi digital, bahkan publikasi ilmiah yang online itu masuk penilaian oleh Dikti. Makanya belajar teknologi digital itu menjadi suatu keharusan saat ini, namun penggunaannya harus lebih bijak,” kata penghobi tarvelling tersebut.

Dalam proses pembelajaran, Nandan sebisa mungkin selalu mempelajari teknologi digital dan mengimplementasikannya dalam pengajaran di kelas. Ia ingin ilmu manajemen bisa lebih ‘dekat’ dengan mahasiswa melalui proses diskusi maupun pembelajaran lain menggunakan metode e-learning.

Produktif Menulis Buku, Ungkap Kiat Bagi Waktu

Nandan termasuk dosen yang produktif dalam menulis buku. Sepanjang karirnya, Nandan telah menerbitkan 13 judul buku. Beberapa buku yang berhasil ia tulis antara lain Manajemen Pemasaran: Teori dan Aplikasi dalam Bisnis (2012), Model Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan (2014), dan Manajemen Pemasaran Edisi II (2017). Baginya, menulis buku adalah sebuah kebahagiaan, dan bukanlan sebuah beban. Ke depannya, ia berniat untuk kembali menulis buku.

Di balik kesibukan yang sangat padat, pembagian waktu merupakan hal yang penting. Selain mengerjakan kesibukannya sebagai dosen, suami dari Irma Yulisutiany., SPdi., MPd ini juga memiliki peran domestik di keluarga. Lalu, bagaimana ia membagi waktu?

Menurut ayah dari Muhammad Millah Irsyaddin, Thalita Syifa Fatimah, Maulana Muhammad Miftahuddin ini, nilai penting dalam pembagian waktu adalah kualitas pertemuan. Baginya, kualitas pertemuan jauh lebih penting dari sekadar kuantitas pertemuan saja. Pertemuan yang singkat namun bermakna, ungkap Nandan, adalah satu hal yang baik.

Ke depannya, penemu model Community Based Business Network tersebut ingin mengembangkan diri agar lebih bermanfaat lagi sebagai dosen. Selain itu, ia ingin setiap pembelajaran yang dilakukan dapat menghasilkan outcome lulusan yang berkualitas.

“Artinya, lulusan kita harus mampu menjawab peluang dan tantangan yang ada nantinya. Selain itu, mereka juga harus bisa menjawab tuntutan kompetensi kebutuhan kerja. Oleh karena itu, penyusunan kurikulum saat ini harus berawal dari peminatan industri dan masyarakat agar tepat dalam menghadapi tuntutan kebutuhan pembangunan Indonesia. Demikian juga metode pembelajarannya,” pungkasnya. (duniadosen.com/az)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RELATED POST

about

Get Started

Hubungi kami

Jl. Rajawali, Gg. Elang 6, No.2 Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, D.I.Yogyakarta 55581

Email : [email protected]

Telpon : 081362311132