fbpx

ITB Undang Peneliti NASA, Bahas Tentang Galaksi

Peneliti NASA
Dr. Hakeem Oluseyi (kanan) menjadi pembicara dalam Kolokium ini bertajuk `Hacking the Stars and Dark Matter`. Dilaksanakan di Convention Hall Gedung Centre of Advance Science (CAS) ITB. Setelah itu ia menyambangi Observatorium Bosscha. (foto: bosscha.itb.ac.id)

Bandung – Pembahasan tentang galaksi tampaknya belum lazim di kalangan intelektual Indonesia. Masih terhitung jari diskusi mengenai hal ini diselenggarakan. Namun beberapa waktu lalu, Rabu (2/10), Institut Teknologi Bandung (ITB) mengundang peneliti NASA untuk membahas tentang galaksi.

ITB bekerjasama dengan United State Embassy Jakarta dan American Corner mendatangkan Peneliti National Aeronautics and Space Administration (NASA) dalam sebuah kolokium dengan topik galaksi ini. Peneliti tersebut adalah Dr. Hakeem Oluseyi. Kolokium ini bertajuk `Hacking the Stars and Dark Matter`. Dilaksanakan di Convention Hall Gedung Centre of Advance Science (CAS) ITB.

Sebagai perguruan tinggi di Indonesia yang mempunyai prohram studi Astronomi, ITB cukup dikenal sebagai perguruan tinggi yang fokus pada bidang ini. Bahkan ITB memiliki Observatorium Bosscha sebagai pusat penelitian, pendidikan, dan pengembangan ilmu Astronomi di Indonesia dan merupakan observatorium tertua serta terbesar di Asia Tenggara.

Melalui rilis itb.ac.id, sebagai peneliti NASA, Hakeem Oluseyi mengungkapkan dirinya mempelajari bintang untuk mengembangkan teknlologi. Teknologi ini difungsikan untuk mempelajari bintang itu sendiri untuk memahami pembentukan galaksi.

Hal ini menjadikan peneliti NASA tersebut sebagai sosok yang berbeda dari orang-orang karena ia tidak mempelajari bintang untuk mengetahui apa yang terjadi pada bintang yang diteliti tersebut. Manfaat dari langkah Oluseyi tersebut adalah memberikan pengetahuan tentang bagaimana pembentukan dan perkembangan alam semesta ini.

Peneliti NASA
Dr. Hakeem Oluseyi saat mengunjungi Observatorium Bosscha. Ia melihat beberpa alat observasi yang ada (foto: bosscha.itb.ac.id)

Ia mengawali kolokium dengan penjelasan tentang pembentukan galaksi dan pengaruhnya terhadap properti dari substruktur galaksi. Ia juga memaparkan mengapa matahari dapat melontarkan massanya dengan kecepatan yang cukup tinggi dan para astronom memahami keberadaan dark matter dari fenomena bullet nebula.

“Jika dua galaksi melewati satu sama lain, kemudian gas di antara keduanya tertahan atau berhenti kemudian dari gravitational lensing kita dapat mengetahui keberadaan sesuatu yang secara pengamatan tidak teramati rupanya namun memiliki potensial gravitasi yang tergambar dari distribusi potensial gravitasi, yang hari ini disebut sebagai dark matter,” terang Oluseyi, profesor bidang Physics and Space Sciences di Florida Institute of Technology ini.

Ia menambahkan dark matter ini jenis partikel yang mirip dengan proton. Apa yang membentuk materi ini masih menjadi misteri. Dilansir kumparan.com, sebuah menyebutkan dark matter terbuat dari sesuatu yang sederhananya tidak bisa deteksi atau identifikasi.

Sebuah studi pada 2016, dark matter disebut mungkin saja terbuat dari lubang hitam di masa permulaan dunia. Yang sebatas diketahui ilmuwan, Dark matter ini tidak memantulkan atau memancarkan cahaya tetapi konsentrasi mampu membelokkan cahaya.

Usai mengisi kolokium, Oluseyi menyempatkan diri untuk mengunjungi Observatorium Bosscha. Ia berbagi pengalaman pribadinya dalam menyampaikan sains kepada publik. Ia memberikan saran dalam hal menyampaikan sains secara menyenangkan. Ia memberikan saran agar menggunakan musik rap dan tarian. Hal ini memudahkan sains diterima oleh publik.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RELATED POST

about

Get Started

Hubungi kami

Jl. Rajawali, Gg. Elang 6, No.2 Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, D.I.Yogyakarta 55581

Email : [email protected]

Telpon : 081362311132