fbpx

Berikut Kisah Dosen yang Mungkin Bisa Memberimu Inspirasi

kisah dosen muda
Ida Puspita Dosen Muda via berkuliah.com

Membicarakan soal sumbang pemikiran seorang dosen memang cukup banyak. Setiap kisah dosen pasti punya caranya sendiri dalam menunjukkan baktinya kepada dunia pendidikan. Ada pula yang memiliki perjalanan hidup cukup panjang untuk bisa mencapai apa yang dimilikinya saat ini.

Dari pengalaman atau sumbang pemikiran itu berharap agar dapat menggerakkan hati masyarakat untuk melaksanakan perubahan atau tidak menyerah dalam meraih cita-cita. Beberapa kisah dosen ini mungkin belum kamu ketahui. Dan mungkin bisa membuatmu terinspirasi dengan kisah dan pengalaman hidupnya.

1. Ida Puspita Dosen Muda Yang Selalu Menujunjung Mimpi

Ida Puspita Dosen Muda
Ida Puspita Dosen Muda via berkuliah.com

Ida Puspita merupakan salah satu dosen muda di UAD Yogyakarta yang berhasil meraih beasiswa Australian Developmemt Scholarship. Ida Puspita adalah dosen  Fakultas Sastra, Jurusan Sastra Inggris. Di Australia ia mengambil program Master di Universitas Wollongong jurusan School of English Literatures and Philosophy dari tahun 2011-2012.

Yang menarik dari ceritanya ketika mencari beasiswa ini awalnya mendaftar beasiswa melalui DIKTI bersama dengan suaminya, namun sayangnya gagal. Kemudian tanpa patah semangat Ida masih terus berusaha mencari beasiswa demi membulatkan tekad untuk tetap kuliah di luar negeri dengan mendaftarkan diri di Australian Development Scholarship (ADS) atau sekarang lebih dikenal dengan  Australian Awards Scholarship (AAS) dan diterima. Bahkan suaminya yang tadinya hampir menyerah mencari beasiswa tetapi diterima pula di universitas yang sama melalui DIKTI.

Di Australia banyak kampus yang sudah bagus dan besar, memiliki perpustakaan yang sangat besar dan memiliki banyak referensi karena biasanya di sana sudah terkoneksi dengan universitas lain diseluruh dunia sehingga pastinya akan sangat membantu. Bagi Ida bisa mendapatkan beasiswa ADS adalah hal paling membahagiakan karena banyak teman-teman sesama sastra Inggris yang gagal mendapat beasiswa ini. Apalagi di UAD sendiri baru ada dua orang yang bisa mendapatkan basiswa ini.

Sejak SMA Ida Puspita sudah memiliki moto yang selalu dipegang teguh olehnya yaitu “Orang yang jatuh berkali-kali itu biasa, tapi yang jatuh berkali-kali dan mampu bangkit itu luar biasa”, “Jangan takut untuk bermimpi”, dan yang terakhir “Never Give up”. Ketiga moto tersebut selalu diterapkannya ketika ia gagal mendapat beasiswa DIKTI ia tidak menyerah. Ida selalu memiliki mimpi dan cita-cita tinggi seperti yang dikutip dari kuliah.com ia pernah bermimpi untuk bisa upacara di Istana Negara dan benar ketika kuliah di UAD Ida mengikuti Lomba Mahasiswa berprestasi  dan masuk menjadi finalis 15 besar dan bisa ikut upacara di Istana Negara.

 

2. Dr. Ir. Fitri Mardjono, M.Sc Dosen Mencurahkan Segenap Raganya Untuk Pendidikan

Dr. Ir. Fitri Mardjono, M.Sc
Dr. Ir. Fitri Mardjono, M.Sc via facebook.com/fitrim

Apa kamu pernah berfikir saat kamu meninggal nanti mau mendonorkan jasadmu bagi dunia kesehatan. Hal ini rupanya telah dilakukan oleh salah satu dosen Fakultas Teknik jurusan Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2011 lalu oleh almarhum Dr. Ir. Fitri Mardjono, M.Sc dengan menyumbangkan kornea mata dan jasadnya (kadaver) ke fakultas kedokteran.. Beliau memang telah mewasiatkan sejak lama hal itu tentang keinginannya menyumbangkan korea mata untuk dicangkokkan pada orang yang membutuhkan donor kornea sedangkan jasadnya ingin digunakan sebagai bahan pendidikan khususnya bagi kalangan dokter.

Rupanya semasa hidup almarhum memang telah memiliki rasa sosial dan kemanusiaan yang sangat tinggi. Beliau bahkan telah menjadi pendonor darah tetap di PMI selama hampir 12 tahun. Keputusan almarhum ini tentu masih hal baru di Indonesia, pastinya almahrum berharap akan banyak orang lebih peduli terhadap kemajuan pendidikan dan maupun kesehatan baik dalam aspek dokternya maupun masyarakat sendiri.

 

3. Dra. Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling, Ph.D Mendidikasikan Hidup Dan Mati Untuk Ilmu

Dra. Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling, Ph.D
Dra. Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling, Ph.D via facebook.com/pangesti.wiedarti

Dra. Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling, Ph.D merupakan salah satu dosen di Universitas Negeri Yogyakarta fakultas Bahasa dan Seni ini memiliki tujuan yang sama seperti Dr. Ir. Fitri Mardjono, M.Sc yang tak lain merupakan suaminya dengan hendak mendonorkan jasadnya saat meninggal nanti.

Beliau sudah bertekad untuk mencurahkan seluruh hidup dan matinya untuk dunia pendidikan dan ilmu. Jadi meski nanti jasadnya telah mati namun masih bisa berguna untuk orang lain dalam hal ini untuk penelitian.

Hidupnya hampir dihabiskan untuk dunia pendidikan. Aktivitas mengembangkan pendidikan selalu padat, beliau sering wara-wiri keberbagai kota untuk menjadi pembicara. Sejak masih menempuh pendidikan S1 di Malang aktivitas kemanusiaan sering diikutinya.

Fokus utamanya adalah berharap Indonesia bisa memiliki bank ginjal untuk mengurangi pasien yang menderita gagal ginjal.

Beliau bahkan tidak memperdulikan gunjingan atau omongan orang mengenai keputusannya untuk mendonorkan jasadnya setelah meninggal nanti. Baginya tak ada alasan untuk berhenti menyumbangkan ilmu meski sudah tidak hidup lagi.

Toh pada akhirnya tidak hanya kecerdasaan saja yang diperlukan untuk kemajuan pendidikan tetapi juga kesehatan sangat perlu berkembang menurutnya sehat saja tidak cukup kalau tidak pintar begitu juga sebaliknya.

 

4.  Prof. Pratikno, M.Soc.Sc  Anak Desa Yang Kini Menjadi Menteri

Prof. Pratikno, M.Soc.Sc
Prof. Pratikno, M.Soc.Sc via nasional.kompas.com

Siapa yang tidak kenal Prof. Pratikno, M.Soc.Sc  menteri sekertaris negara dalam kabinet kerja presiden Jokowi. Sebelum menjadi menteri beliau adalah rektor Universitas Gadjah Mada sejak 2012 dari dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Banyak melakukan penelitian dalam bidang politik lokal dan jaringan pemerintahan.

Pratikno berasal dari keluarga sederhana di Desa Dolokgede, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Anak desa yang mementingkan pendidikan dan pemberdayaan sosial, sejak masih SMP harus menempuh jarak berkilo-kilo meter demi menempuh pendidikan. Meki hidup dari keluarga sederhana ia selalu menikmatinya meski segalanya penuh kesulitan.

Meski dari desa yang saat itu masih kesulitan aliran listrik, Pratikno sangat bertekad kuat saat menjalani masa studinya di UGM hingga kemudian beliau mampu melanjutkan pendidikan hingga bergelar doktor di luar negeri.

Baca juga Inpassing: Upaya Penyetaraan Dosen Non-PNS dengan PNS

Setelah kembali dari luar negeri ia kembali ke desanya untuk membantu mensejahterakan masyarakat dengan mendirikan lembaga untuk belajar besama dan juga lembaga swadaya masyarakat untuk mengembangkan diri.

Prestasi lainnya yang sempat ditorehkannya beliau terpilih sebagai moderator debat capres tahun 2009 dan diangkat sebagi tim seleksi anggota KPU dan Bawaslu.

Sebelumnya beliau tidak pernah berfikiran akan menjadi seorang menteri. Dikutip dari kompas.com pada masa kuliahnya ia sempat bermimpi menjadi camat. Di desanya seorang camat sangat dihormati.

Seperti pepatah yang mengatakan banyak jalan menuju Roma, atau tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Ilmu bisa didapat dari siapa saja dan dalam keadaan apa saja. Bahkan saat tubuhmu sudah terbujur kaku sekalipun masih bisa berguna untuk orang lain bisa menolong orang lain.

Mengejar dan mewujudkan mimpi selalu tidak mudah. Karena jalan menuju Roma memang panjang tapi bagi kamu yang mau berjuang dan pantang menyerah mimpi akan selalu mudah diraih. Kehidupan seperti apapun tak akan menghalangimu menjadi orang sukses jika kamu punya semangat dan tekad yang kuat.

Di tag :

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RELATED POST

about

Get Started

Hubungi kami

Jl. Rajawali, Gg. Elang 6, No.2 Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, D.I.Yogyakarta 55581

Email : [email protected]

Telpon : 081362311132