fbpx

5 Persiapan Hybrid Learning dalam Pembelajaran Tatap Muka Terbatas

persiapan hybrid learning dalam pembelajaran tatap muka terbatas

Persiapan Hybrid Learning dalam Pembelajaran. Penerapan hybrid learning saat ini menjadi solusi terbaik di dunia pendidikan Indonesia, lalu seperti apa persiapan hybrid learning dalam pembelajaran tatap muka terbatas? Hybrid learning menjadi solusi untuk permasalahan penyelenggaraan kegiatan pendidikan di Indonesia selama masa pandemi. 

Saat ini vaksinasi sudah berjalan di Indonesia dan menunjukan efek positif dengan penurunan kasus. Hal ini kemudian membuat Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia) memberi lampu hijau untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka langsung. 

Sayangnya, melaksanakan tatap muka di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi memunculkan pro dan kontra. PJJ (pembelajaran jarak jauh) dianggap kurang efektif, namun pembelajaran tatap muka masih dinilai berisiko tinggi menciptakan angka positif Covid-19. 

Maka, hybrid learning hadir sebagai solusi atas keduanya yang tentu butuh persiapan khusus karena menjadi model baru dalam kegiatan pembelajaran. Seperti apa persiapan yang dibutuhkan untuk menerapkannya?  

Apa Itu Hybrid Learning? 

Istilah hybrid learning tentunya masih belum begitu familiar di telinga masyarakat Indonesia, atau mung di dunia. Kondisi pandemi Covid-19 memang memberi perubahan yang sangat besar di dunia, dan salah satunya di bidang pendidikan. Masa awal pandemi, kegiatan PJJ diterapkan dengan menggunakan metode online learning (pembelajaran daring). 

Sayangnya, hasil dari sebuah penelitian menunjukan bahwa PJJ ketika diterapkan memberi hasil kurang efektif. Dimana mahasiswa kurang maksimal dalam menyerap materi perkuliahan yang disampaikan dosen. 

Sekaligus rawan stres karena kegiatan sosial yang terbatas dan tidak bisa bertatap muka langsung untuk mencari solusi dari masalah pembelajaran yang sedang dihadapi. Berhubung Covid-19 masih ada, dan melaksanakan pembelajaran tatap muka masih memberi resiko tinggi. 

Maka pihak sekolah dan perguruan tinggi mencoba menerapkan metode pembelajaran baru, yang diberi nama hybrid learning. Hybrid learning adalah metode pembelajaran yang menjadi hasil kombinasi antara PJJ dengan tatap muka secara langsung. Sehingga ada gabungan dua metode pembelajaran sekaligus. 

Baca Juga:

Beasiswa Program Persiapan Studi (BC)

Daftar Aplikasi yang Bisa Digunakan dari Kuota Belajar Kemendikbud

Cara Menggunakan Kuota Belajar dari Kemendikbud

Perbedaan Dosen Kemenag dengan Dosen Kemendikbud

Aturan Khusus Hybrid Learning

Saat hybrid learning ini diterapkan, maka diberlakukan aturan khusus. Diantaranya adalah: 

1. Jumlah Mahasiswa Dibatasi 

Aturan yang pertama adalah mengenai jumlah mahasiswa yang masuk kelas wajib dibatasi. Jadi diterapkan aturan isi kelas adalah 50% atau separuh dari total mahasiswa di kelas tersebut. Jadi, semisal satu kelas ada 50 mahasiswa maka yang tatap muka maksimal 25 mahasiswa saja. 

2. Sebagian Menjalani PJJ dan Sebagian Lagi Masuk ke Kelas 

Aturan kedua, adalah masih berhubungan dengan aturan pertama yang dijelaskan di atas. Maka separuh dari kelas masuk mengikuti pembelajaran tatap muka dan separuhnya lagi ikut kelas secara online. 

Sistem masuk kampus dibuat shift, sehingga butuh persiapan hybrid learning dalam pembelajaran tatap muka terbatas yang mendukung. Supaya pengaturan shift, persiapan dosen mengajar, media yang digunakan, dan lain-lain tersedia sekaligus berfungsi dengan baik. 

3. Menerapkan Protokol Kesehatan

Aturan ketiga adalah kewajiban untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketta, baik oleh dosen, pegawai di kampus, dan mahasiswa itu sendiri. Pihak kampus kemudian diminta untuk menyediakan sarana yang mendukung. Misalnya menyediakan wastafel cuci tangan dengan jumlah yang memadai. 

Alasan Hybrid Learning Diterapkan di Pendidikan Indonesia 

Sebagai metode pembelajaran baru tentunya persiapan hybrid learning dalam pembelajaran tatap muka terbatas sangat dibutuhkan. Hal ini belajar dari pengalaman saat PJJ awal diterapkan. Minimnya persiapan membuat PJJ panen keluhan dan efektivitas pembelajaran menjadi sangat kecil. 

PJJ kemudian dianggap kurang ideal untuk diterapkan, apalagi dalam jangka panjang. Maka PJJ kemudian diharapkan sebagian besar pihak untuk dihentikan dan mencoba kembali menjalankan pembelajaran tatap muka langsung. Hanya saja metode tatap muka masih sulit untuk diterapkan karena memang pandemi belum berada di titik selesai. 

Hybrid learning kemudian muncul sebagai solusi sekaligus sebagai penengah. Hanya saja kemunculannya kemudian menimbulkan sejumlah pro dan kontra. Bagi pihak yang pro dengan kebijakan metode pembelajaran baru ini menilai hybrid learning ideal diterapkan. Alasannya antara lain: 

1. Membantu Menciptakan Interaksi Sosial 

Dalam kondisi normal (tanpa pandemi), kegiatan pembelajaran di lingkungan pendidikan tinggi dilakukan di kampus. Mahasiswa bisa bertemu dengan teman sesama mahasiswa, baik yang satu angkatan maupun di atas dan dibawahnya. Selain itu juga bisa bertemu langsung dengan dosen. 

Baik di kelas, berpapasan di jalan, maupun datang ke ruangan dosen tersebut untuk suatu keperluan. Misalnya bimbingan skripsi atau urusan yang lainnya. Interaksi sosial dalam pembelajaran ternyata sangat penting, hal ini disadari masyarakat luas ketika PJJ diterapkan. 

PJJ selama pandemi memutus interaksi sosial, mahasiswa hanya bisa bertegur sapa dan berdialog dengan dosen maupun teman sesama mahasiswa secara online. Hal ini berdampak kurang baik bagi psikis mahasiswa tersebut dan membuat mereka mudah stres. 

Adanya hybrid learning membuka kembali kesempatan berinteraksi sosial. Meskipun harus dibuat shift, namun setidaknya dalam beberapa kali pertemuan mahasiswa bisa berinteraksi sosial secara langsung. 

Hal ini tentunya berdampak positif bagi psikis mereka. Apalagi jika ditunjang dengan persiapan hybrid learning dalam pembelajaran tatap muka terbatas yang baik dari pihak kampus maupun pihak mahasiswa itu sendiri. 

2. Pemahaman Materi Menjadi Lebih Baik 

Satu dari sekian tantangan yang dihadapi mahasiswa saat menjalani kuliah online atau PJJ tadi adalah koneksi internet yang tidak mendukung. Belum lagi dengan resiko perangkat yang dipakai online mendadak error atau malah mati. 

Tantangan lainnya adalah suasana belajar yang tidak kondusif dan minimnya sarana belajar di rumah. Tantangan ini kemudian membuat proses belajar menjadi tidak mudah sekaligus tidak maksimal. Pemahaman materi perkuliahan menjadi sangat sulit dan hasilnya tidak maksimal juga. 

Sehingga dengan menerapkan hybrid learning diharapkan pemahaman materi perkuliahan menjadi lebih baik. Sebab mahasiswa akan mendengarkan langsung apa yang disampaikan dosen. Saat bingung bisa langsung bertanya, berdiskusi dengan dosen atau dengan teman sekelas, dan bisa bercanda di kelas dengan lepas. 

3. Media untuk Menyegarkan Metode Pembelajaran 

Sejak awal pandemi, mahasiswa di seluruh Indonesia tentunya sudah jenuh sejak berbulan-bulan lalu dengan pembelajaran jarak jauh atau PJJ. Pembelajaran online ternyata tidak terlalu menyenangkan, dan kalah menyenangkan dengan tatap muka langsung di kelas. 

Bertemu dengan dosen dan teman sekelas ternyata memberi pengalaman lebih berwarna dan berkesan, pembelajaran juga lebih efektif. Bertahan dengan PJJ tentu rasa jenuh yang dialami akan semakin tinggi dan semakin karatan. Maka hybrid learning seolah menjadi angin segar untuk keluar dari kejenuhan tersebut. 

Semua pihak tentu berharap persiapan hybrid learning dalam pembelajaran tatap muka terbatas sudah maksimal. Sehingga pelaksanaan hybrid learning berjalan baik dan efektivitas belajar kembali normal. Sekaligus bisa menikmati kembali interaksi sosial di kelas yang memberi pengalaman lebih pada saat belajar. 

4. Membantu Mengurangi Cluster Covid-19 

Kegiatan hybrid learning juga diketahui bisa membantu mengurangi cluster Covid-19. Sebab jumlah mahasiswa yang masuk ke kelas akan dibatasi sampai separuhnya atau 50% sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. Hal ini membantu mencegah kerumunan di kelas dan meningkatkan resiko terbentuk cluster Covid-19. 

Meskipun resiko tetap ada, namun persentasenya terbilang kecil apalagi jika sudah didukung oleh persiapan hybrid learning dalam pembelajaran tatap muka terbatas yang matang. Sehingga protokol kesehatan bisa dijalankan dengan sangat baik yang tentu bisa menurunkan resiko terinfeksi virus corona. 

Ditambah, mahasiswa bisa menikmati kegiatan kuliah yang sebenarnya. Dalam artian, kegiatan kuliah selama ini memang dilakukan dengan datang ke kampus, masuk kelas, mendengarkan dosen menyampaikan materi, dan berinteraksi dengan mahasiswa lainnya. 

5. Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa 

Hybrid learning juga diharapkan sejumlah pihak yang pro dengan metode pembelajaran ini bisa meningkatkan kemampuan mahasiswa. Kemampuan ini mencakup banyak hal seperti kemampuan menerima materi perkuliahan dengan baik, kemampuan bersosialisasi yang baik, dan lain sebagainya. 

Belajar dengan tatap muka langsung membantu mahasiswa untuk mengembangkan berbagai kemampuan. Misalnya saja saat berinteraksi dengan mahasiswa lain, maka mahasiswa bisa berkenalan dengan banyak kepribadian dan belajar bagaimana terjun di tengah pergaulan dengan baik. 

Sedangkan saat di kelas, mahasiswa bisa belajar lebih banyak dari dosen. Sebab perlu diakui mendengarkan dosen bercerita dari layar laptop dengan melihatnya langsung di depan kelas hasilnya dan sensasinya berbeda. Dosen lebih leluasa bercerita karena disesuaikan dengan sambutan mahasiswa di kelas tersebut, hasilnya tentu lebih efektif dan berkesan. 

Baca Juga:

Mengenal Indikator Kinerja Utama IKU PTN

Keterampilan 5C yang Diharapkan Kemendikbud Dimiliki Mahasiswa

Panduan Serdos untuk Dosen DIKTIS

Program RPL Tipe A2

Resiko Pelaksanaan Hybrid Learning 

Meskipun masyarakat yang pro memiliki alasan yang sangat kuat kenapa hybrid learning tepat untuk diterapkan di Indonesia. Namun, ada sebagian masyarakat yang justru kontra atau kurang setuju dengan penerapannya. Pihak ini tentu juga punya alasan tersendiri, diantaranya adalah: 

1. Metode Baru Sama Artinya dengan Tantangan Baru 

Alasan pertama kenapa hybrid learning dianggap kurang tepat untuk diterapkan adalah karena masih menjadi metode pembelajaran baru. Metode baru sama artinya memberi tantangan baru, dimana semua pihak harus beradaptasi lagi dari nol. 

Hal inilah yang kemudian membuat berbagai pihak menyangsikan efektivitas dari hybrid learning, karena ada resiko berbagai pihak yang terlibat tidak bisa beradaptasi. 

2. Beranggapan Persiapan Kampus Belum Memadai 

Jika membahas hybrid learning maka dijamin akan langsung membahas mengenai persiapan hybrid learning dalam pembelajaran tatap muka terbatas. Banyak pihak khawatir, pihak kampus tidak bisa melakukan persiapan yang matang dan mendukung. Sehingga resiko gagal dalam menerapkan hybrid learning semakin tinggi. 

3. Adanya Resiko Kesehatan 

Resiko kesehatan juga menjadi pertimbangan utama, kenapa metode hybrid learning dianggap belum waktunya untuk diterapkan. Jika memakai pembelajaran online masih aman, hanya saja jika sudah masuk shift tatap muka tentu memberi tantangan tersendiri bagi orangtua di rumah. 

Persiapan Hybrid Learning dalam Pembelajaran Tatap Muka Terbatas 

Masyarakat yang kontra dengan hybrid learning tentunya memiliki alasan yang juga sangat logis. Apalagi terkait persiapan hybrid learning dalam pembelajaran tatap muka terbatas yang tentunya perlu dilakukan dengan benar. Sebab ketika kebijakan ini diterapkan, resiko kesehatan menjadi taruhannya. 

Meminimalkan sejumlah resiko dari penerapan hybrid learning, maka persiapan matang menjadi kunci utama. Berikut beberapa bentuk persiapan yang perlu diterapkan: 

1. Mempersiapkan Sarana Sanitasi yang Memadai 

Persiapan pertama untuk bisa menerapkan hybrid learning tentu saja berkaitan dengan protokol kesehatan. Utamanya adalah sarana sanitasi, mulai dari wastafel atau tempat khusus cuci tangan yang jumlahnya memadai dan juga sesuai dengan standar. Sebab air dan wastafel tersebut tentunya harus terjamin higienis. 

Selain perlu menyiapkan fasilitas cuci tangan, pihak kampus juga perlu menyediakan pemeriksaan suhu tubuh dan jika memungkinkan juga menyediakan masker atau face shield. Sehingga bisa mendukung kegiatan pembelajaran tatap muka bagi mahasiswa maupun dosen yang akan berinteraksi di dalam kelas. 

2. Membentuk Satgas Khusus Protokol Kesehatan 

Pihak kampus juga perlu menyiapkan pembentukan satgas khusus atau petugas khusus untuk memastikan protokol kesehatan diterapkan dengan ketta. Sebab percuma jika semua fasilitas sanitasi sudah tersedia dan selalu diberikan himbauan untuk mematuhi protokol kesehatan namun tidak ada pengawas. 

Jumlah mahasiswa meskipun yang masuk di kelas dibatasi sampai 50%, tetap akan ada mahasiswa yang mencoba melanggar protokol. Hal ini lumrah, karena memang tidak semua orang bisa dan setuju mematuhi pelaksanaan protokol kesehatan tersebut. 

Jka satu atau dua orang mahasiswa saja yang demikian mungkin tidak perlu dipermasalahkan. Namun, bagaimana jika lebih dari separuh mahasiswa yang datang ke kampus? Maka adanya satgas khusus akan membantu mencegah kemungkinan tersebut, resiko terbentuk cluster Covid-19 juga bisa ditekan. 

3. Pengaturan Kelas yang Baik 

Persiapan hybrid learning dalam pembelajaran tatap muka terbatas berikutnya bisa berkaitan dengan pengaturan kelas. Dimulai dari pengaturan tata letak atau jarak antara satu bangku dengan bangku lainnya. Sehingga tetap mematuhi protokol kesehatan untuk menjaga jarak setidaknya 1 meter per orangnya. 

Hal ini perlu dilakukan sejak dini, sebelum mahasiswa mulai masuk ke kelas sesuai shift yang sudah disusun oleh dosen atau pihak terkait. Sebab kursi perlu diatur jaraknya, diberi tanda, atau mungkin yang lainnya. Sehingga membantu para mahasiswa untuk mengetahui harus duduk dimana dan memudahkan mereka mematuhi aturan baru tersebut. 

4. Pengaturan Shift Mahasiswa 

Selanjutnya adalah mengatur shift mahasiswa, karena memang aturannya adalah mahasiswa masuk ke kelas maksimal 50% dari total keseluruhan. Dalam sepekan tentu ada mahasiswa yang masuk ke kelas beberapa kali dan selanjutnya kembali menjalani pembelajaran daring. 

Shift ini bisa diatur oleh dosen atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak kampus. Pengaturannya tentu harus tepat untuk memastikan tidak melebihi jumlah maksimal yang sudah ditetapkan. Kemudian akan ada banyak kelas yang perlu diatur shiftnya, sehingga perlu pengaturan yang baik dan disesuaikan dengan mata kuliah per harinya. 

5. Menyiapkan Sarana untuk Kuliah Online 

Pihak kampus juga perlu mempersiapkan sejumlah sarana yang mendukung pembelajaran daring. Sebab sekali lagi hybrid learning merupakan kombinasi antara PJJ dengan tatap muka langsung. Sehingga dosen di kelas juga perlu ditunjang dengan perangkat untuk bisa mengajar online dengan lancar. 

Pihak kampus kemudian perlu memastikan sudah menyediakan perangkat yang mendukung dan jaringan internet yang stabil. Sehingga perlu disediakan laptop atau mungkin komputer yang fiturnya sudah memadai. Jika selama ini jaringan WiFi hanya bagus di area tertentu dan jelek di area lainnya. 

Maka mau tidak mau pihak kampus harus memperbaikinya. Sebab bisa jadi, dosen akan mengajar di area yang sinyal WiFi masih buruk. Hal ini penting untuk memastikan mahasiswa yang masuk shift harus kuliah online bisa mendapatkan pembelajaran yang lancar dan efektif. 

Saat ini berbagai sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia sudah mulai sibuk menyusun persiapan hybrid learning dalam pembelajaran tatap muka terbatas. Kebijakan baru dalam kegiatan pembelajaran ini diharapkan bisa berjalan lancar. Sehingga persiapan matang menjadi fokus utama dari semua pihak. 

Artikel Terkait:

Syarat Penerimaan Bantuan Kuota Internet

Pedoman Bidikmisi yang Perlu Diketahui 

Tiga Tahapan Serdos di Tahun 2021

Portal Sertifikasi Pendidik untuk Dosen

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RELATED POST

about

Get Started

Hubungi kami

Jl. Rajawali, Gg. Elang 6, No.2 Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, D.I.Yogyakarta 55581

Email : [email protected]

Telpon : 081362311132